Merayakan Lebaran di Madura




Merayakan Lebaran di Madura

Merayakan Idul Fitri dengan pergi silaturahmi ke rumah keluarga atau kerabat adalah hal wajib yang dilakukan umat muslim di Indonesia. Pada lebaran tahun lalu, Keluarga Biru merayakan Idul Fitri dengan mengunjungi para kerabat baik itu dari pihak Papa Ihwan maupun Mama Ivon. Salah satu kerabat yang kami kunjungi tahun lalu adalah adik angkat Mama Ivon yaitu Dek Lia yang tinggal di Pulau Madura.
Kami berangkat dari Terminal Arjosari Malang sekitar pukul delapan pagi dengan naik bus jurusan Malang – Surabaya. Semua bekal sudah kami persiapkan dengan lengkap malam hari sebelum hari H, mulai dari baju ganti, pampers dan makanan kecil dan minuman untuk ngemil di dalam bus. Kami bertiga mengenakan baju sarimbit keluarga yang sudah kami pesan sebelum lebaran. Warnanya sudah pasti biru dong, kan kami keluarga pecinta warna biru. 
Suasana terminal di saat musim lebaran tentu sangat ramai dan padat sekali, banyak orang-orang yang pergi lebaran ke rumah kerabat di luar kota bahkan luar pulau seperti kami. Perjalanan Malang – Surabaya berjalan lancar, meski sempat macet di beberapa titik seperti di sekitar Porong misalnya.
Sesampainya di Terminal Bungurasih, Surabaya kami berganti bus jurusan Surabaya – Madura. Bagi saya ini adalah pengalaman pertama kali ke Pulau Madura, saya memang sudah lama sekali punya keinginan ke sana. Khususnya melewati Jembatan Nasional Suramadu yang megah itu. Alhamdulillah meski melakukan perjalanan selama dua jam lebih Aim tidak rewel ataupun mabuk, malah dia terlihat menikmati perjalanan. Keberuntungan bagi kami karena mendapat tempat duduk di depan sehingga nanti bisa melihat dan memotret Jembatan Suramadu dengan lebih leluasa. Ini dia salah dua hasil jepretan kami ketika bus yang kami naiki sudah berada di atas jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura tersebut.

Jembatan Nasional Suramadu


Meskipun berada di dalam bus namun kami bisa merasakan dan mendengar deru angin yang bertiup di Selat Madura. Rasa kagum membuncah di hati manakala melihat kemegahan jembatan yang memiliki panjang 5.438 meter ini. Kendaraan yang berada di Jembatan Suramadu siang itu tidak begitu banyak, sesekali kami melihat ada satu-dua pengendara mobil dan motor yang berhenti di tengah-tengah jembatan untuk berfoto narsis. Meskipun hal itu dilarang karena bisa membahayakan diri sendiri dan pengguna kendaraan yang lain namun aksi narsis dan selfie itu tetap saja ada.


Jembatan Nasional Suramadu


Pukul sepuluh kurang lima belas menit kami akhirnya sampai di Pulau Madura. Oleh Dek Lia kami diberi petunjuk agar bilang ke kernet atau sopirnya untuk minta diturunkan di pertigaan Tangkel, Desa Burneh. Di sms, Dek Lia bilang menunggu kami di Rumah Makan Suramadu yang terletak di sebelah barat Jembatan Suramadu.
Karena lelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan perut juga sudah keroncongan maka kami memutuskan untuk sekalian makan siang di Rumah Makan Suramadu. Suasana asri dan bernuansa alam di Rumah Makan Suramadu ini memang cocok sekali sebagai tempat peristirahatan bagi para wisatawan yang baru sampai di Pulau Madura. RM Suramadu menyediakan 10 gazebo dan ruang utama bagi para wisatawan yang ingin merasakan kuliner khas Madura.


Rumah Makan Suramadu


Saya langsung tertarik dengan menu Soto Madura yang tertera di daftar menu, sedangkan Mama Ivon kalau tidak salah memesan ayam bakar kecap. Berhubung Dek Lia dan kakaknya sedang berpuasa sunnah Syawal maka mereka tidak ikut makan siang. Mereka lalu mengajak Aim bermain di arena permainan anak yang berada di tak jauh dari gazebo tempat kami makan. Meskipun baru sekali bertemu namun Aim tidak takut bahkan langsung lengket dengan kedua tantenya tersebut. Lihat saja di foto-foto ini, Aim nampak senang sekali diajak bermain. 

Rumah Makan Suramadu

Rumah Makan Suramadu


Tak lama makanan pesanan kami pun tiba. Saya sudah tidak sabar ingin merasakan sensasi kuliner Madura selain sate. Bila dibandingkan dengan Soto Jawa, maka Soto Madura mempunyai kuah yang warnanya lebih keruh. Mungkin ini pengaruh dari bumbu dan rempahnya yang lebih pekat. Perbedaan lainnya adalah telur pada Soto Madura ini disajikan satu butir utuh, beda dengan Soto Jawa yang diiris-iris tipis. Untuk rasanyaa? Tidak berbeda jauh dengan Soto Jawa namun dengan rasa bumbu yang lebih tajam. Untungnya Aim tetap lahap saat disuapi dengan lontong dan soto tersebut, maklum lidah Jawanya memang sudah terbiasa mencecap soto buatan bulek kami di Malang.


Soto Madura

Rumah Makan Suramadu


Yang bikin saya kaget saat gugling tentang Rumah Makan Suramadu ini adalah berita yang mengatakan bahwa pada bulan Maret lalu RM Suramadu telah disita oleh KPK karena diduga kuat adalah asset milik ketua DPRD Bangkalan non aktif, Fuad Amin yang terjerat kasus dugaan tindak pidana dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan suplai migas. Duh sayang sekali ya, padahal rumah makan tersebut cukup representatif sebagai rest area bagi wisatawan yang berkunjung ke Madura.
Oke deh, semoga kasus Fuad Amin itu lekas selesai. Yuk mari kita lanjut dengan cerita lebaran kami he he he. Setelah selesai makan siang kami pun lalu menuju rumah Dek Lia. Keluarga Dek Lia menyambut kedatangan kami dengan penuh kehangatan. Saat berada di sana, kami hanya di rumah saja karena kondisi badan yang masih lelah dan cuaca yang sangat panas. Aim sampai harus melepas baju batik sarimbitnya karena saking panasnya. Maklum letak Desa Burneh memang berada di pesisir pantai sehingga wajar jika suhunya panas banget di siang hari.


Merayakan Lebaran di Madura


Mengenai cerita bagaimana Mama Ivon bisa memiliki hubungan layaknya saudara dengan Dek Lia, biar Mama Ivon nanti yang menulisnya. Yang pasti hubungan kami memang sudah seperti saudara, Dek Lia datang di pernikahan kami dan adik ipar saya. Semoga persaudaran di antara kami ini bisa langgeng selamanya. Insya Allah jika ada waktu dan rezeki kami akan main-main lagi ke Madura dan mengeksplorasi objek-objek wisata yang ada di sana, aamiin.

13 comments

  1. Aku baru kali ini mendengar pakaian Serambit. Setelah dicek dilinknya, wuih cakep-cakep ya.
    Ditunggu cerita lebaran tahun ini Wan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sarimbit Yan yang betul, typo ya :D
      Ini emang jadi baju khas di Jawa buat yang udah berkeluarga eh tapi ada juga kok yang masih pacaran tapi pake sarimbit couple :P
      Doain bisa lebaran ke daerah lainnya Yan.

      Delete
  2. Aku belum pernah ke Madura. Salam kenal | @kakdidik13

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga tahun ini bisa ke Madura Mas. Salam kenal balik n makasih wes mampir :-)

      Delete
  3. Pingin lihat keluarga biru pakai baju "menantang" maksudnya nggak biru, Pakai Sarimbit merah atau hitam, boleh nggak sama mbah dukun Keluarga biru ? hehehe Dikeplak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tahun lalu kami pakai sarimbit coklat kok Mbak, cek aja di FB saya atau istri.
      Kalau merah or hitam belum punya, pernah sih foto pakai kaus merah kombinasi biru hi3

      Delete
  4. Wah, itu jembatan Suramadu yak? Masya Allah cakep banget! Mirip jembatan di Penang Mas Ihwan :D

    ReplyDelete
  5. Pasti kalau malam bagus tuh mas pemandangannya. Lampu dan bintang-bintang saling bersahutan. Apalagi udaranya pasti dingin2 gimana gitu. Iya gak mas?

    ReplyDelete
  6. Sarimbit yang pernah aku dengar adalah baju batik yang dipakai berpasangan. Sampai sekarang kalau dengar ada yang pakai sarimbit, yang terbayang olehku pasti sepasang suami istri pakai batik seragam :D

    Pernah beberapa kali lihat di majalah fashion, para desainer merancang baju sarimibit, tapi aku lihat bukan untuk berpasangan.

    Lama-lama aku pikir mungkin sarimbit itu nama batik :)

    ReplyDelete
  7. Sarimbit selalu identik dengan pasangan.
    Aku pernah sekali ke Bangkalan Madura. Jembatan Suramadu bagus banget di malam hari :)

    ReplyDelete
  8. pengalaman yang menarik sekali mas, aduh gambarnya bikin laper :)

    ReplyDelete
  9. Wii, ke madura jalur darat memang asik sih :D karena bisa lewat suramadu!

    ReplyDelete
  10. Pengen ke maduraa~ pengen lewat jembatan suramadu :D *belom pernah*

    ReplyDelete

Popular Posts