Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan Pengasuhan Kolaboratif

pola pengasuhan kolaboratif


Saat ini kita sedang mengalami masa transisi dari pandemi menuju endemi, banyak perubahan yang menuntut kita untuk beradaptasi. Kita yang sudah mulai terbiasa melakukan aktivitas secara online harus kembali melakukannya secara offline. Bagi orang dewasa mungkin tidak banyak adaptasi yang harus dilakukan, malahan merasa lebih senang dan bersemangat karena akhirnya bisa bertemu dan berinteraksi lagi dengan teman kerja atau teman kuliah. Tapi hal ini bisa menjadi sesuatu yang sedikit ‘menakutkan’ bagi anak-anak yang sama sekali belum pernah bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Di sinilah peran Ayah dan Ibu untuk memberikan support dan pendampingan bagi anak-anak agar bisa melewati masa transisi dengan baik.

Nah beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 28 Juni 2022 saya berkesempatan mengikuti kegiatan webinar #BicaraGizi yang diselenggarakan oleh Danone Indoensia dalam rangka menyambut kehangatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni dengan mengangkat tema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan menghadirkan pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, dan Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.

Tantangan Pengasuhan Anak di Masa Transisi

Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan Pengasuhan Kolaboratif


Tidak semua anak nyaman bertemu dengan orang-orang baru, meskipun dengan teman yang sebaya. Apalagi anak yang jarang bermain di luar rumah, ditambah lagi saat pandemi memulai tahun ajaran baru secara online. Berkaca pada kedua anak saya: si sulung baru masuk SD dan adiknya masuk TK, mereka bahkan tidak tahu kalau anak tetangga kami adalah teman sekelasnya. Itulah sebabnya ketika sekolah mulai menerapkan pembelajaran secara offline 50 %, para orang tua menyambut dengan baik karena anak-anak akhirnya bisa bersosialisasi secara langsung dengan teman sekelasnya.

“Bagi anak-anak, kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan interaksi sosial dapat meningkatkan masalah sosial-emosional yang dampaknya bisa berbeda tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya. Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular,” demikian dituturkan oleh Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH.

Sebagai orang tua, kita pasti nggak mau kan kalo saat dewasa nanti anak-anak jadi deperesi bahkan mengidap penyakit tidak menular karena mengalami gangguan perkembangan emosi dan sosial saat masih kecil. Kedua orang tua harus bekerjasama dalam mengasuh anak agar mereka bisa mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak dengan maksimal. Pengasuhan oleh kedua orang tua ini disebut pola pengasuhan kolaboratif, Alhamdulillah saya dan istri selama ini sudah menerapkannya. Misalnya istri saya menjalankan tugasnya sebagai ibu dengan memasak makanan yang bergizi untuk anak-anak sedangkan saya menjalankan peran saya sebagai ayah dengan menemani mereka bermain dan belajar. Dalam beberapa kesempatan kadang kami bertukar peran agar anak bisa mendapatkan pengalaman yang berbeda dalam belajar. Di samping itu juga menghindari kejenuhan baik itu dari pihak orang tua maupun anak.

“Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan merupakan hal yang penting. Pola asuh yang tepat dari orangtua dinilai mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan,” ungkap Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Irma Ardiana, MAPS.

Memahami Bahasa Cinta Anak

Dr. dr. Bernie dan dr. Irma sepakat bahwa agar anak bisa melewati masa transisi dengan baik adalah membuat mereka percaya diri. Dr. dr. Bernie menuturkan bahwa sepertinya halnya orang dewasa, anak-anak juga mempunyai bahasa kasih atau bahasa cinta. Orang tua harus mengetahui anaknya memiliki bahasa kasih yang mana agar bisa memenuhi kebutuhan mereka dengan tepat. Berikut adalah 5 bahasa kasih yang harus kita ketahui:

  1. Kata-kata penegasan (Words of Affirmation)
  2. Waktu yang berkualitas (Quality Time)
  3. Sentuhan fisik (Physical Touch)
  4. Tindakan pelayanan (Acts of Service)
  5. Menerima hadiah (Receiving Gifts)

Jika anak kita memiliki bahasa kasih Word of Affirmation maka kita harus memberikan sounding pada mereka agar tumbuh rasa percaya diri. Misalnya dengan mengatakan pada mereka: Papa/Mama sayang dan bangga sama kamu, kamu anak hebat dan kata-kata positif lainnya. Menurut dr. Bernie orang tua harus menciptakan rasa aman agar anak percaya diri. Sedangkan dr. Irma menyarankan agar memberikan kepercayaan bahwa mereka mampu, jangan lupa untuk memberikan apresiasi ketika mereka mampu atau tidak mampu. Jangan sampai kita melakukan kekerasan verbal seperti ucapan kasar saat mereka gagal. Meskipun hanya verbal namun tetap termasuk kekerasan apalagi jika anak-anak sudah bisa mengingat. Jangan sampai anak tumbuh dalam kecemasan dan tidak percaya diri karena ini akan mempengaruhi sikap dan bagaimana mereka memandang diri mereka saat dewasa nanti.


Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan Pengasuhan Kolaboratif


Sementara itu pembicara selanjutnya yaitu Cici Desri, Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 mengatakan sebagai orang tua kita harus mengetahui kondisi dan kapasitas dirinya seperti apa. Jangan memaksakan diri untuk selalu sempurna, kalau kita nggak sanggup menyelesaikan pekerjaan rumah tangga bilang aja. Kalau kecapekan setelah mengasuh anak, ya sudah istirahat dulu. Jangan memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.

“Setelah menjalani pembatasan sosial selama hampir dua tahun, saya melihat ada banyak tantangan yang dihadapi si Kecil untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar. Proses adaptasi pun tidak selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan si Kecil yang bertemu dengan banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat si Kecil kadang juga menjadi frustasi. Menghadapi hal tersebut, saya dan suami mengambil bagian dalam pengasuhan dan memperkuat keterlibatan dengan si Kecil terlebih pada fase transisi saat ini,” kisah Mbak Cici.

Mbak Cici memberikan tips agar anak lebih percaya diri memasuki masa transisi ini maka kita harus mempersiapkannya sebelum masuk sekolah. Caranya adalah sebelum sekolah kita ajak anak mengunjungi sekolah agar dia mengenal terlebih dahulu lingkungan baru yang akan dia masuki.

“Momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosionalnya. Kami memahami bahwa anak membutuhkan lingkungan terdekatnya untuk merangsang dan memberikan kesempatan tumbuh kembang yang optimal,” demikin dikatakan oleh Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin.

3 Faktor Utama Perkembangan Anak

Dr. dr. Bernie menjelaskan ada 3 faktor utama yang mempengaruhi perkembangan anak yaitu:

  1. Genetik. Inilah pentingnya menjaga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) agar janin yang lahir nantinya sehat dan tidak memiliki gangguan kesehatan dini.
  2. Nutrisi. Pemberian nutris yang tepat tidak hanya saat bayi masih dalam kandungan, setelah mereka lahir tetap harus dijaga. Nutrisi yang tepat akan berpengaruh pada sistem pencernaan yang sehat. Kalau sistem pencernaan sehat maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan optimal.
  3. Lingkungan. Lingkungan ini terbagi menjadi proteksi (imunisasi dan perawatan kesehatan), stimulasi dan pola asuh. Orang tua harus bisa memberikan proteksi yang maksimal, stimulasi tepat dan berulang-ulang serta pola asuh yang baik yaitu pola pengasuhan kolaboratif.

Danone Indonesia sebagai perusahaan yang ramah keluarga selama ini telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada keluarga antara lain: memberikan dukungan kepada para orangtua agar si Kecil dapat tumbuh optimal melalui pemberian cuti melahirkan bagi karyawan yakni cuti 6 bulan bagi ibu dan 10 hari bagi ayah. Danone Indonesia secara aktif juga memberikan edukasi seputar kesehatan dan nutrisi untuk publik seperti halnya webinar Bicara Gizi yang mengangkat tema: Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi.

Oke Gengs Biru, itulah sharing Papa Ihwan tentang webinar yang diadakan oleh Danone Indonesia. Yuk di moment Hari Keluarga Nasional ini kita lebih intens lagi terlibat dalam pengasuhan anak-anak secara kolaboratif. Kolaborasi orangtua dalam memberikan stimulus yang tepat akan berdampak besar dalam mengembangkan aspek sosial emosional anak. Ingat bahwa keberhasilan seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan otak atau intelektual namun juga kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

 

2 comments

  1. Nah, bener banget di masa peralihan ini harus kembali menyesuaikan apalagi buat anak beraat banget. Setelah lama menjalani daring kini mulai masuk sekolah tatap muka, harus ekstra jaga kesehatan mereka. Terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah dapat banyak ilmu parenting yang bagus dari acara Danone ini, semoga kita bisa mengasuh anak-anak dengan lebih baik ya, aamiin.

    ReplyDelete

Popular Posts