Kemarin
saat pulang ngantar istri belanja bahan kue, saya melihat sebuah pemandangan
yang menyentuh. Seorang ayah mengayuh becaknya sementara istri dan anaknya yang
masih balita duduk di depan. Sepintas saya melihat mereka berhenti di depan
sebuah tong sampah, sang ibu kemudian turun dan mengambil botol bekas mineral
yang ada di tong sampah dan menaruhnya di sebuah karung. Meskipun apa yang
dilakukannya di mata orang kebanyakan mungkin terlihat hina namun ibu itu tidak malu, malah dia mengambil botol
itu dengan raut wajah yang berbinar. Barang bekas yang bagi orang lain merupakan
sampah namun bagi mereka adalah sumber rejeki.
Tiap orang memang sudah mempunyai
'jalan' masing-masing dalam mencari rejeki. Ada yang punya banyak pilihan,
misal yang kerja kantoran bisa bekerja di tempat yang nyaman dan bergaji
tinggi, yang selebritis selain kerjanya dapat materi yang berlimpah juga bonus
popularitas. Namun ada juga yang tak punya pilihan seperti keluarga pemulung di
atas. Sepatutnya kita bersyukur dengan pekerjaan yang sudah kita miliki sekarang.
Reminder dari keluarga pemulung
itu seperti sedikit menyentil saya. Belakangan ini saya beberapa kali mencoba
meyakinkan Mama Ivon untuk kembali menekuni dunia literasi yang sudah dia
tinggalkan. Saya ingin dia membantu saya lagi mengelola Mozaik dimana dia
menjadi editornya. Saya juga berusaha mengubah mindsetnya dalam ngeblog agar
tidak hanya sekedar ngeblog dan share resep-resep namun kalau bisa di-monetize. Blognya sudah punya niche dan pembaca yang banyak, tidak ada
salahnya jika kelebihan-kelebihan itu dimanfaatkan. Toh, teman-teman food blogger-nya saya lihat juga banyak
yang melakukan hal itu.
Alasan saya menginginkan Mama
Ivon kembali ke dunia literasi dan mengubah mindset ngeblognya adalah kesibukannya
melayani klien di Dapur Ivonie. Di balik kue tart yang dihias dengan indahnya, dibalik risoles nan lezat yang menggoyang lidah ada proses panjang yang harus dilalui.
Untuk membuat kue tart dengan
tekstur yang lembut dibutuhkan kesabaran membuat adonannya, menunggu adonan
matang dari oven trus setelah kue matang barulah dihias dengan butter cream. Untuk
membuat risoles harus membuat dulu adonan isi dan kulitnya. Adonan isi dimasak
hingga matang lalu dilanjut dengan membuat kulit risolesnya. Barulah kemudian
proses pembungkusan, dibalur dengan tepung panir dan baru kemudian digoreng.
Saat baru tiga hari pindah ke
rumah baru kami, Dapur Ivonie mendapat orderan 500 snack box dengan isi pie
buah dan risoles. Coba bayangkan betapa sibuknya membuat pie buah dan risoles
sebanyak 500 biji. Meskipun sudah dibantu oleh dua kakak ipar dan saya juga,
pengerjaan 500 snack box itu benar-benar menyita tenaga dan waktu istirahat
kami. Kami sampai begadang hingga pukul dua pagi dan esoknya bangun pagi-pagi
melanjutkan pembuatannya.
Trus jika menerima DO (delivery
order) kami harus berjuang mencari alamat rumah pembelinya, seringkali kami
mengalami kesulitan jika alamatnya tidak jelas. Yang paling susah jika menerima
DO kue tart, harus dibawa dengan hati-hati agar kuenya tetap utuh dan cantik
hingga sampai ke rumah pembeli. Kalau mengantar di siang bolong harus menahan sinar
terik matahari, jika mengantar malam hari harus awas mengamati jalan. Susahnya
kalau hujan, memegang kue dibalik jas hujan sambil mengendalikan anak dua tahun
yang tidak bisa diam.
Awalnya saya menganggap ya memang
itulah lika-liku bakul kue memang harus sabar dan telaten. Namun semakin ke sini
saya merasa proses penjang dan perjuangan yang harus kami lalui dalam melayani
klien Dapur Ivonie tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan. Lain ceritanya
jika Mama Ivon mengedit naskah atau mau bikin job review seperti saya, kerjanya
tetap di dalam rumah dan uang yang didapatkan juga hampir sama bahkan lebih
besar dari keuntungan yang didapat dari menerima orderan kue.
Saya memang punya prinsip untuk
selalu bekerja dengan cerdas, kalau bisa kita mengeluarkan tenaga yang minimal
namun keuntungannya maksimal. Nggak salah kan kalau kita punya prinsip seperti
itu? Toh itu bukan hanya demi kebaikan diri sendiri namun keluarga. Kalau kita
kerja dengan cerdas maka waktu buat keluarga tetap ada dan materi juga dapat.
Mama Ivon punya argumennya
sendiri, dia tidak hanya mencari keuntungan semata namun juga kepuasan batin.
Dia merasa bahagia bila berhasil membuat kue sesuai dengan keinginan kliennya.
Ya ya saya mengerti dan paham banget hal itu. Kalau sudah ngomong soal kepuasan
batin memang tidak bisa dinilai dengan materi.
Kalau saya memaksakan kehendak
maka tidak akan ada ujungnya, apalagi Mama Ivon termasuk tipe orang yang
berkemauan keras dan punya prinsip yang kuat. Saya hanya berharap dan berdoa
semoga ke depannya dia lebih banyak pertimbangan dalam menerima orderan dan
lebih pandai lagi mengatur waktu.
Kembali ke cerita keluarga
pemulung di atas, mungkin itu cara Allah untuk melunakkan hati saya bahwa saya
musti bersyukur karena Allah masih memberi pilihan kepada kami dalam mencari
rezeki. Mama Ivon masih bisa memilih antara dunia literasi, blog atau baking.
Demikian juga saya diberi tiga jalan yaitu lewat pekerjaan utama di perpus,
menjalankan penerbitan indie dan ngeblog. Soal perjuangan kami dalam melayani
klien Dapur Ivonie, kami tidak sendiri. Ada banyak di luar sana yang juga mengalami
hal yang sama, seperti contohnya saat Mama Ivon memesan amplop lebaran di teman
FB-nya. Mbak penjual amplop lebaran itu bela-belain larut malam mengantarkan
amplop itu ke rumah kami dengan diantar suami dan dua anaknya yang sudah mengantuk.
Tidak hanya ke rumah kami, namun mereka harus mengantar ke tiga alamat yang
berbeda dan berjauhan pula. Semoga usaha mereka barokah, aamiin.
Sumber foto keluarga pemulung:
http://www.tribunnews.com/images/regional/view/727811/keluarga-manusia-gerobak#img
Rejeki sudah ada yang mengatur, tinggal manusia mengusahakannya... Semangaaat....
ReplyDeleteIya bener Mas, kalau nggak berusaha maka rejeki itu nggak akan datang ke kita.
DeleteTulisan ini mungkin telrihat biasa, tapi sejujurnya sangat menyentuh sanubari.
ReplyDeleteAku tersenyum membaca endingnya. Seperti melihat hati yang terbuka, bijak memaknai apa yang sedang dihadapi
Semoga setiap tetes keringat, berbuah rejeki yang berkah. Dilimpahi kesabaran saat meraihnya, maupun setelah terraih. Aamiin
Makasih Mbak, wah sampai menyentuh sanubari segala he3
DeleteYa saya hanya berusaha untuk lebih mengerti lagi passion istri. Pada dasarnya saya ikut bangga dengan kiprah Ivon namun lebih bangga lagi kalau dia bisa mengatur waktu dan prioritas
Aamiin, doa yang sama buat Mbak Rien.
Wah semoga hidup mereka selalu barokah, amin :)
ReplyDeleteuntuk keluargbiru salam kenal :)
aamiin, makasih doanya.
Deletesalam kenal balik, makasih udah mampir :-)
Selalu mensyukuri apa yg di kasih Allah kapan pun dan dimanapun yaaa
ReplyDeleteIya bener sekali Mas, dengan bersyukur hidup akan terasa lebih nikmat. Tumben bijak hehehe *dikeplak*
Deletesemoga hidup mereka selalu barokah yah mas
ReplyDeleteAamiin, doa yang sama buat sampeyan Mas.
DeleteAamiin. :) Tetep semangat. ^^/
ReplyDeleteAamiin, harus semangat..!! :D
DeleteTetap semangat... Melakukan hal yang kita sukai, meski penuh lika-liku, kita akan melakukannya dengan senang hati selalu.
ReplyDelete