Saat studi
banding ke Semarang, selain mengunjungi beberapa objek wisata kami juga mencoba
kuliner yang ada di sana. Kami tiba di Semarang habis maghrib, dari Stasiun
Poncol kami langsung menuju Amaris Hotel Pemuda. Setelah istirahat dan mandi
kami keluar untuk makan malam. Bu Mamiek, ketua rombongan memutuskan untuk
mencari makan yang dekat dengan hotel sebab jika harus naik taksi atau menyewa
mobil dadakan mubazir banget. Saya pun langsung teringat deretan warung yang
ada di depan Mall Paragon. Dulu saya bersama keluarga sempat mencoba makan di
salah satu warungnya yaitu di Nasi Ayam Bu Pini.
Dengan berjalan
kaki kami pun berjalan menuju Mall Paragon. Karena beramai-ramai sambil ngobrol
sehingga tidak terasa kami sudah sampai di Jalan Pemuda yang padat lalu
lintasnya itu. Kami lalu menyeberang ke deretan warung yang berada di seberang
jalan. Saya pun menunjukkan warung Nasi Ayam Bu Pini kepada teman-teman.
Sayangnya setelah melihat menu yang disajikan ternyata tidak ada satu pun yang
berminat. Ya sudah kami lalu beralih ke warung yang lain. Eh ternyata sebagian
besar dari kami langsung tertarik ketika melihat warung bakmi yang terlihat
ramai sekali pengunjungnya.
Bakmi Djowo
Doel Noemani, itulah nama yang tertera di depan warung bakmi tersebut. Kalau
dari segi bangunan tidak ada yang istimewa dengan warung bakmie milik Pak Doel
Noemani ini, sederhanan layaknya warung biasa pada umumnya. Temboknya dicat
putih dan ditutupi dengan banner kuning yang bertuliskan nama warung dan
menunya. Tapi yang menjadi daya tarik adalah begitu penuhnya meja-kursi di
dalamnya dengan para pengunjung. Padahal jumlah meja dan kursinya cukup banyak
tapi hampir semuanya penuh. Oh iya, para karyawan di Bakmi Djoo Doel Noemani ini
semuanya memakai baju batik. Makin menguatkan kesan tradisional Jawa di warung
ini.
Yang istimewa
dari Bakmi Djowo Doel Noemani ini terletak pada cara memasaknya yaitu
menggunakan tungku tradisional. Awalnya saya mengira baha bakarnya memakai
arang, namun setelah melihat ada semacam sambungan kabel dan bara apinya yang
sangat besar maka kesimpulan saya kalau bahan bakarnya gabungan antara arang
dan gas.
Tapi meskipun begitu tak mengurangi rasa takjub saya ketika melihat
para karyawan Bakmi Djowo Doel Noemani ini beraksi memasak bakmi dan nasi
goreng pesanan para pembeli.
Diawali dengan
menggoreng telurnya di wajan, setelah agak matang telurnya diorak-arik. Setelah
itu menyusul mie dan bumbu-bumbunya. Ditambahkan juga sawi sebagai pelengkap.
Selanjutnya campuran telur-mie-sayuran itu dimasak berbarengan hingga matang.
Kalau bakmie godog maka ditambahkan air di dalamnya.
Adapun
menu-menu yang ada di Bakmi Djowo Doel Noemani ini antara lain: Bakmi Godog
(Bakmi Rebus), Bakmi Goreng, Bakmi Nyemek (Kuahnya sedikit), Bihun Goreng,
Bihun Godog, Bihun Nyemek, Nasi Godog, Nasi Goreng, Nasi Ruwet dan Bakso. Untuk
minumannya standart aja sih seperti Es Jeruk, Jeruk Panas, Es Teh, Teh Panas
dan Teh Botol. Di meja disediakan juga kerupuk sebagai pelengkap. Yang istimewa
ada lauk tambahan yaitu sate ayam. Berbeda dengan sate pada umumnya, sate ayam
khas Doel Noemani ini dagingnya sudah digoreng terlebih dahulu sebelum disusun
di batang lidi. Jika pembeli ingin satenya dipanggang maka tinggal request saja
ke karyawan.
Teman-teman
mayoritas memesan bakmi, sedangkan saya memilih Nasi Ruwet. Yang bikin saya
tertarik adalah namanya, trus setelah dijelasin sama karyawan Doel Noemani jadi
makin tertarik karena isinya gabungan antara nasi dan mie. Kami harus cukup
bersabar menunggu pesanan kami jadi, sempat agak senewen juga sih karena sempat
diserebot pembeli lain. Untungnya setelah saya komplain akhirnya pesanan kami
satu per satu datang.
Nasi Ruwet ini
penampakan dan rasanya seperti Nasi Mawut. Nasi dan mienya bercampur merata
dengan bumbu yang cukup enak di lidah saya. Karena lagi laper berat, jadi satu
porsi Nasi Ruwet yang cukup banyak itu bisa saya habiskan. Saya sempat
penasaran dengan rasa bakmi pesanan teman-teman. Eh salah satu teman kerja saya
yaitu Bu Erna ternyata tidak mau menghabiskan Bakmi Godog pesanannya. Beliau bilang
rasa dan baunya agak amis. Memang sih kalau melihat proses memasaknya tadi
dimana telur dicampur dengan kuah maka biasanya akan menimbulkan rasa dan bau
amis. Saya jadi tergerak untuk mencicipi dan ternyata emang beneran agak amis. Tapi
menurut teman-teman yang lain rasanya tidak amis. Jadi mungkin lidah saya dan
Bu Erna cukup sensitif. Untung deh saya tadi tidak memesan bakmi.
Kami juga tak
lupa memakan sate ayam khas Doel Noemani, rasa dagingnya gurih. Apalagi kami
request untuk dibakar, makin maknyuzz dengan baluran bumbu kecap di atasnya.
Lumayan efektif mengobati kekecewaan Bu Erna yang tidak cocok dengan rasa
bakminya.
Selesai santap
malam di Bakmi Djowo Doel Noemani kami pun nongkrong bentar di depan warung
sambil foto-foto dengan background Mall Paragon yang terlihat megah dan ramai
malam itu. Setelah itu kami pun berjalan pulang kembali ke hotel. Lalu apakah
pengalaman wisata kuliner kami di Semarang hanya sampai di situ saja? Ooh tentu
tidak, nantikan cerita wiskul Semarang kami di tulisan selanjutnya.
Waduh... Tengah malem gini liat postingan bakmi godog. Langsung laperrr....
ReplyDeleteBerarti harus ke Semarang lagi Dee.
DeleteWaduh... Tengah malem gini liat postingan bakmi godog. Langsung laperrr....
ReplyDeleteduuhn jadi pengen.. besok beli ah :))
ReplyDeleteWaah Mas sayang kita kemarin nggak kopdar ya :D
DeleteBusettt, sampe apinya kayak gitu coba?
ReplyDeleteIya mantap banget Mbak atraksi masaknya.
Delete