Efek Inner Child yang Terluka. Siang itu saya dan rekan kerja satu ruangan terkejut dengan anak salah satu rekan kami, sebut saja namanya Boy, yang menangis dan membanting botol minuman hingga air di dalamnya tumpah membasahi meja. Untung saja tidak sampai mengenai laptop milik ibunya yang sedang bekerja. Boy ternyata sedang diganggu oleh rekan kerja kami yang berbeda ruangan, sebut saja namanya Pak Giant.
Boy berteriak-teriak
histeris pada Pak Giant, sumpah saya terkejut melihatnya. Selama ini Boy memang
sering diajak mamanya bekerja, pernah melihat dia sesekali marah sama mamanya.
Tapi baru kali itu saya melihat dia semarah itu, apalagi sama orang lain.
Boy rupanya
marah karena Pak Giant memanggilnya cewek, seperti ini kurang lebih ucapannya: “Hai
cewek..”
Bukannya minta
maaf atau menyesal sudah membuat anak orang nangis sampai histeris, Pak Giant
malah senyum-senyum dan berlalu begitu saja. Padahal mamanya sampai kewalahan
menenangan Boy yang ngamuk ingin memukul Pak Giant. Saya yang kasihan melihat
Boy dibully, ikut membantu menenangkannya namun tidak mempan. Semakin dipegangi,
Boy malah semakin marah. Dia ingin banget mukul Pak Giant, amarah dan kebencian
sangat terlihat di matanya yang berlinang air mata itu. Akhirnya Boy diajak
mamanya keluar agar reda tangisnya. Rekan kerja lainnya yang berada dekat
dengan ruangan kami ikutan heran kenapa Boy nangis dan marah sampai histeris
seperti itu.
Inner Child Artinya
Walaupun saya bukan
ayahnya Boy tapi saya merasa jengkel sama Pak Giant. Tuh orang memang sejak lama suka gangguin anak-anak
rekan kerja yang diajak bekerja di kantor kami. Paling sering sih mlesetin nama anak. Aiman anak saya juga pernah jadi
korban, dia dipanggil: Paiman. Waktu itu saya berusaha sellow aja yang penting
Aiman nggak sampai menangis. Saya menyuruh Aiman cuek aja dan nggak usah
dihiraukan.
Kembali ke kasus Boy. Malam harinya
saya WA-an sama Mamanya Boy, kami berdua heran kenapa Pak Giant ini suka banget
bully anak orang. Padahal dia punya 3 anak, cewek semua malahan. Tuh bapack-bapack apa nggak
mikir ya, kalau anak-anaknya nanti dibully orang lain gimana.
Kami jadi
curiga jangan-jangan Pak Giant ini dulu pas masih kecil sering dibully sehingga mengalami apa yang disebut
inner child yang terluka. Hal ini kemudian menyebabkan dia suka membully orang
lain bahkan anak kecil sekalipun. Dia baru merasa puas jika anak yang
diganggunya menangis. Mungkin inner child di dalam dirinya ingin membalas dendam
atas luka yang dulu pernah dia alami.
Ngomongin
tentang inner child yang terluka, istilah psikologi ini memang sedang populer di tengah
masyarakat. Terutama di kalangan orang tua muda yang mulai menyadari bahwa ada
inner child di dalam dirinya yang terluka. Dan hal ini berpengaruh pada pola
asuh mereka kepada anak-anak.
Kalau di dunia
kecantikan ada istilah inner beauty, maka di dalam dunia parenting ada yang
namanya inner child. Sayangnya inner child ini identik dengan kisah sedih dan
traumatis di masa kecil. Dirangkum dari beberapa sumber, Inner child adalah sekumpulan
peristiwa masa kecil, yang baik maupun buruk, dan membentuk kepribadian kita
hingga seperti sekarang ini. Inner child juga didefinisikan sebagai sebuah
konsep yang menggambarkan sifat dan sikap kekanak-kanakan yang mungkin dimiliki
oleh setiap orang. Inner Child adalah sosok anak-anak dari diri kita yang masih
melekat pada diri kita meski setelah kita dewasa.
Inner child ini
sangat berperan penting dalam kehidupan masa depan seorang anak karena dia salah
satu komponen yang membentuk karateristik. Inner child akan mempengaruhi cara
kita dalam berpikir, bersikap dan bereaksi dengan orang lain. Inner child yang
terluka akan membuat kita menjadi pribadi yang pemarah, tidak punya empati dan
bahkan cenderung melakukan kekerasan di kehidupan dewasanya. Tapi memang tidak
semuanya seperti itu karena tergantung bagaimana dia menyembuhkan luka inner
child-nya.
Penyebab Inner Child yang Terluka
Di masa kecil begitu banyak peristiwa
yang kita alami baik itu suka maupun duka. Peristiwa ini bisa mengganggu inner
child di dalam diri kita. Bagi sebagian anak mungkin hal itu sesuatu yang
wajar. Tapi, jika saat itu kita harus menghadapinya sendiri, maka perkembangan
diri kita mungkin menjadi terpengaruh karenanya.
Ketika kita terus mengingat
pengalaman buruk tersebut,
maka bisa dikatakan kita
terperangkap dalam inner child yang terluka. Nah, ketika seseorang terus terperangkap bersama inner child
yang terluka, hal ini bisa membawa dampak buruk bagi kehidupannya. Mulai dari
kesusahan untuk merasakan kebahagiaan, susah untuk menikmati hubungan saat ini, atau bahkan bisa
berdampak lebih lanjut pada anak-anak mereka melalui pola asuh yang salah.
Ada beberapa
peristiwa di masa kecil yang bisa menyebabkan inner child kita terluka, antara lain:
- Kehilangan
orangtua atau wali dan keluarga dekat.
- Kekerasan
fisik, emosional atau seksual.
- Pengabaian
secara emosional.
- Penyakit
serius.
- Perundungan
atau bullying.
- Pernah
mengalami bencana alam.
- Perpecahan
atau perpisahan dalam keluarga.
- Ada
anggota keluarga yang menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan terlarang.
- Kekerasan
dalam rumah tangga.
- Ada
anggota keluarga yang memiliki gangguan mental.
- Hidup
di pengungsian.
- Merasa terisolasi
atau terpisahkan dari keluarga.
Meskipun
banyak dampak negatif dari inner child yang terluka, tapi kebanyakan orang tidak menyadari
kalau mereka sebenarnya mempunyai inner child yang terluka. Berikut ini adalah tanda-tanda bahwa kita
terperangkap dalam inner child yang terluka.
- Merasa
ada yang salah dengan diri Anda.
- Selalu
berusaha menyenangkan semua orang.
- Terkadang
merasa senang jika bermasalah dengan orang lain.
- Susah
move on dari orang lain.
- Sering
kali merasa cemas jika dihadapkan dengan sesuatu yang baru.
- Rasa
bersalah jika memberikan batasan atas diri Anda kepada orang lain.
- Selalu
berusaha untuk menjadi yang terdepan (Kompetitif).
- Perfeksionis.
- Sering
kesulitan memulai dan menyelesaikan tugas.
- Selalu
mengkritik diri sendiri.
- Sering
merasa malu saat harus menunjukkan perasaan.
- Malu
dengan bentuk tubuh sendiri.
- Sering
menaruh curiga kepada orang lain.
- Berusaha
menghindari konflik bagaimanapun caranya.
- Takut
ditinggalkan (bergantung
pada orang lain).
Cerita Saya Mengatasi Inner Child yang Terluka
Sekarang saya
mau cerita tentang inner child yang terluka yang saya alami ketika masih kecil. Sebenarnya
saya agak maju mundur sih mau menulis cerita ini karena sebagian dari diri saya
menganggap kalau ini adalah kelemahan saya. Orang kan jadi tahu kelemahan saya setelah
baca tulisan ini, kemungkinan cara pandang mereka terhadap saya akan berubah.
Bisa ke arah yang lebih baik atau malah sebaliknya.
Namun sebagian
diri saya yang lain menganggap nggak ada masalah menulis ini untuk publik.
Tujuan utama adalah self healing, saya masih percaya bahwa menulis akan membuat
perasaan kita menjadi lebih lega dan mengobati luka yang ada. Siapa tahu di
antara pembaca ada yang merasakan hal yang sama dan bisa belajar dari pengalaman
saya. Oke, Bismillah mari saya mulai cerita ini.
Pengabaian secara Emosional
Sejak kecil,
ayah saya bekerja di luar kota, Surabaya. Beliau biasanya pulang ke Malang 1
atau 2 bulan sekali. Bahkan seringakali Ibu menyusul ke Surabaya jika beliau
tidak kunjung pulang. Di rumah keluarga besar, saya tinggal bersama Nenek dan
para paman dan bibi. Ibu saya memiliki 4 anak, saya paling bungsu.
Dengan jumlah
anak sebanyak itu, menjalani Long Distance Marriage dan bekerja membuat Ibu tidak
bisa mengasuh kami dengan maksimal. Pengasuhan kami berempat akhirnya dibagi
kepada adik-adik Ibu. Saya dan kakak ketiga paling dekat dengan Nenek, kami
biasanya tidur bergantian dengan beliau. Yang paling sering tidur dengan Ibu
adalah kakak kedua saya.
Hidup berjauhan
dengan ayah mulai dari balita hingga remaja membuat saya kehilangan figur
seorang ayah. Saya tidak pernah merasakan diantar ayah pergi sekolah, bahkan rapor
hingga ijazah saya selalu diambil oleh kedua Bibi saya.
Di rumah ada
2 paman dan 1 kakak pertama (laki-laki) namun ketiganya tak bisa menjadi pengganti
dari figur ayah yang saya rindukan. Kakak saya adalah seorang anak cowok yang
jago bermain apa saja, mulai dari bermain kelereng, umbul, layangan hingga sepakbola.
Dia seringkali pulang dengan membawa puluhan kelereng atau tumpukan umbul yang
banyak hasil dari bermain bersama teman-temannya. Saya ingat, dulu koleksi kelerengnya
sampai diwadahi di kaos kaki, terus umbulnya sampai bertumpuk-tumpuk. Ya, dia memang
sejago itu. Sedangkan saya adalah kebalikannya.
Saya payah
bermain apa saja, ini karena saya memang nggak ada bakat bermain dan kakak saya
juga tidak mau mengajari saya. Entah apa yang membuat hubungan kami saat itu
terasa jauh. Ketika dia bermain di luar, seingat saya dia nggak pernah mengajak
saya. Ini sebenarnya juga andil dari keluarga besar yang terlalu sayang sama
saya sehingga saya tidak diijinkan bermain di luar.
Ada satu
moment yang tidak pernah bisa hilang dari ingatan saya hingga detik ini. Suatu ketika
kami keluar main bersama. Kakak sedang bermain umbul dengan teman-teman
sekampung kami, dia menang banyak hingga tumpukan umbulnya setebal genggaman
tangan. Karena umbul saya habis karena kalah mulu, saya lalu minta pada kakak.
Tapi sayangnya dia nggak mau ngasih, dia malah pergi berlalu untuk mencari
lawan main lagi. Saya sedih banget saat itu, kenapa kakak saya nggak mau ngasih
sedikiit saja umbulnya. Akhirnya saya memunguti umbul-umbul bekas yang sudah
lusuh di tanah.
Dari situ
saya mulai merasa kalau kakak saya tidak menyayangi saya sebagai adiknya. Bahkan
saya sampai berpikir kalau dia malu punya adik saya yang nggak jago bermain
seperti dia. Hubungan kami pun jadi tidak dekat, saya malah lebih dekat dengan
2 kakak saya yang perempuan. Saya pun jadi pelit sama dia, kalau punya kue atau
makanan gitu maless banget berbagi sama dia.
Jadi inner
child yang terluka yang saya alami adalah pengabaian secara emosional dari kakak saya, saya
merasa tidak diterima sebagai seorang adik. Alhamdulillah ketika remaja
hubungan kami mulai membaik. Saya masih ingat bagaimana dia mengantarkan saya
daftar sekolah SMA dengan naik sepeda. Dia membonceng saya dari satu sekolah ke
sekolah lainnya. Ketika dia sudah bekerja, dia juga cukup royal kepada adik-adiknya.
Dia pernah membelikan saya sebuah kemeja yang cukup keren di masa itu.
Anti Long Distance Marriage
Pengalaman tumbuh
besar tanpa kehadiran seorang ayah membuat saya bertekad jika menikah saya
nggak mau menjalani Long Distance Marriage. Ada beberapa kejadian sedih yang
saya alami karena tidakhadiran ayah di samping saya. Yang paling sering itu
adalah ketika saya dibully oleh teman-teman di sekolah, tidak ada yang menghibur
saya di rumah. Tidak ada yang menyemangati saya untuk kembali masuk sekolah.
Seringkali dulu
saya tidak masuk 1-2 hari setelah mengalami pembully-an di sekolah karena tidak
ada yang membantu saya mengatasi rasa takut dan memotivasi saya untuk bangkit
kembali. Saya pun akhirnya terpaksa masuk sekolah karena kalau tidak akan
dimarahi oleh keluarga saya. Saya masih ingat bagaimana tegang dan takutnya
saya saat tiba di sekolah setelah 1-2 hari tidak masuk sekolah, saya takut akan
dibully lagi. Tapi bagaimana pun juga saya harus tetap masuk sekolah.
Pernah juga
kejadian, saya mendapat tugas membuat kerajinan berupa rumah-rumahan. Karena ayah
saya di Surabaya, sehingga terpaksa bibi saya membuatkan kerajinan berupa bunga
kertas. Ketika besoknya pengumpulan tugas, saya dibully habis-habisan oleh
teman sekelas.
“Anak cowok
kok bikin bunga kertas sih..!”
Saya hanya
bisa diam dan menangis menerima ejekan dari teman-teman. Rasanya saya ingin menghilang
saja dari hadapan mereka.
Pengalaman buruk
akibat LDM ini membuat saya menolak usulan Mama Ivon ketika dia ingin tinggal
beberapa bulan di Blitar saat Aiman masih berusia 1 atau 2 tahun. Saya nggak
mau Aiman bernasib seperti saya, hidup berjauhan dengan ayah bahkan sampai kehilangan
figur seorang ayah. Pun ketika Aiman mendapatkan tugas membuat kerajinan dari sekolah,
saya berusaha semaksimal mungkin membantunya. Saya nggak mau dia malu dan
diejek oleh teman-temannya seperti saya dulu.
Wiih panjang
banget ternyata tulisan saya tentang inner child yang terluka ini. Padahal ini baru 1 luka
yang saya ceritakan, jadi mending saya lanjutkan saja nanti di part ke-2 ya.
Kesimpulan
akhir dari cerita saya adalah memang sebesar itu pengaruh inner child yang terluka pada
kehidupan kita saat ini. Luka inner child yang dialami akan mempengaruhi
bagaimana kita bersikap atau mengambil tindakan di masa sekarang. Saya memang
sudah memaafkan sikap pelit kakak saya di masa kecil namun alam bawah sadar
saya sudah terlanjur terpengaruh. Nggak heran jika saat remaja hingga sebelum
menikah, saya itu termasuk orang yang pelit dan perhitungan. Saya nggak mudah ngasih
ini itu sama orang lain.
Alhamdulillah
saya dijodohkan dengan wanita yang suka berbagi sehingga saya pun jadi termotivasi
untuk mengikutinya. Tapi sesekali saya juga ngerem Mama Ivon jika saya lihat
dia terlalu royal apalagi sama orang yang baru dikenalnya.
Gimana dengan
teman-teman, apakah mengalami inner child yang terluka di masa kecil? Sharing dong di
komentar bagaimana kalian mengatasinya.
Referensi:
https://hellosehat.com/mental/inner-child/
https://www.popbela.com/relationship/single/firly-fenti/tanda-memiliki-inner-child-yang-terluka/9
Ya Allah pagi-pagi mbrebes mili baca ini, Mas. Huhu.
ReplyDeleteYa aku rasa tiap orang punya (luka) inner child, entah apapun itu. Kayak misalnya aku, dari kecil udah direm banget sama bapak agar gak dekat-dekat sama cowok. Takut pacaran. Karena bapak tau pacaran itu gak boleh dalam Islam.
Ya itu berpengaruh juga dalam pergaulan aku.
Yah gitu deh pokoknya. Hehe. Ntar aku malah curhat di sini :D
Btw makasih sharingnya, Mas Ihwan.
Masya Allah sampai mbrebes mili Mbak?
DeleteIya Mbak tapi kebanyakan nggak menyadari jika itu inner child.
Bagus dong Mbak kalau sejak kecil udah ditanamkan seperti itu agar nggak sampai terjerumus ke pergaulan bebas.
Nggak apa-apa Mbak curhat aja hehehehe
Kalau inget masa kecil ya pasti ada baik dan buruknya, hal itu juga berkesan banget di hati dan pikiran serta berpengaruh kepada kepribadian saat besar nanti. Jadi, orang tua harus memperhatikan dengan baik hal ini.
ReplyDeleteIya bener, apalagi orang tua zaman now tantangannya lebih besar. Semoga kita bisa jadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak, aamiin.
DeleteAku baru sadar pny inner child yg terluka saat punya anak. Sebelum nya sih selow aja perasaan. Pas kuliah, kerja juga ga ada masalah yg berarti. Tapi begitu punya anak, wadow lihat rumah berantakan dikit aq bisa marah2. Trs jadi berantem mulu sama ibuku. Byk luka yg kusembunyikaj ternyata
ReplyDeleteDalem banget Mas inner childnya. Keren sudah berani mengungkapkan lewat tulisan ini. Inner child setiap orang biasanya memang mempengaruhi keputusan yang diambil ketika ia dewasa. Tidak akan sama.
ReplyDeleteMengatasi inner child ala saya adalah ikut komunitas keagamaan karena selain menguatkan dari sisi spiritual, juga merasa aman saat curhat karena saya yakin mereka tidak sekedar kepo tetapi peduli. Dan masukan-masukannya pasti tidak jauh dari keikhlasan dan pendekataan diri kepada Allah. Selanjutnya tetap melihat video-video motivasi, film-film yang menginspirasi, dan ikut komunitas yang sesuai passion untuk menguatkan diri bahwa kita berharga dan bisa bermanfaat untuk orang lain.
ReplyDeleteSekarang saat punya anak kadang merasa takut jika meninggalkan jejak inner child yang buruk ke anak, bahkan ada kalanya saya berfikir sesekali perlu membawa anak ke psikolog untuk memastikan bahwa anak baik-baik saja. Hehe
Luka masa kecil pasti ada, saya mengingat dengan jelas sampe sekarang. Tapi perjuangan melepaskan diri dari itu semua membuat saya kuat dan berjanji bahwa anak cucu tak akan mengalami kejadian yang sama
ReplyDeleteaku juga punya.. dan mungkin hampir setiap orang ya. Cuma memang harus berdamai dan menyadari ya. Hmmm.. pengen cerita tapi ngga jadi deh. hehe.. yg penting bagiku anak-anak ga mengalami yang sama ketika saya waktu kecil dulu :)
ReplyDeleteBener banget katanya pembully itu berasal dari orang yang pernah dibully. Aku punya 1 catatan penting, bahwa ketika sadar punya inner child yang terluka dan mempengaruhi kehidupan terutama dengan anak, pasangan, rekan kerja dll, sebaiknya cari bantuan untuk healing. Jadi ga hanya menyalahkan si pembuat luka misal orang tua nya.
ReplyDeleteAku juga punya pap soal bapaku. Ya sama aja kurang perhatian dan dari SMP aku justru dah belajar menghidupi diriku sendiri. Bapaku nakal.
ReplyDeleteWah pokoke prinsipmu mangan ora mangan kumpul ya Wan :D
ReplyDeleteMEmang ada kalanya berjauhan ma sosok ortu tu berat apalagi buat anak2 yg masih butuh yaa. Semoga inner childmu sembuh.
Semua kyknya punya inner child, kdng aku pengen ngtu konsul intens ma psikolog buat dibantu. Mungkin di kampus ada Wan, kalau di sana kata org2 disarankan ke UI atau via virtual di aplikasi2 kesehatan gtu, supaya selesai aja gtu.
emang gak mudah ya?
ReplyDeletetapi saya setuju pendapat Psikolog Elly Risman tentang problem solving
sejak kecil anak harus tau bahwa di dunia ini ada sosok seperti Pak Giant
agar mereka terpuruk gara-gara dibully
kayaknya sih setiap orang pasti memiliki inner child ya cuma sebesar apa inner child itu mempengaruhinya di masa dewasa itu yang perlu diketahui. kalau aku inner childnya paling dimarahin melulu di masa kecil dan akhirnya aku juga sekarang suka marah-marah ke anak
ReplyDeleteLoh baru tahu nikah sama Ani itu dijodohkan toh?
ReplyDeleteKirain ketemu di dunia Maya dan sepulangnya dari HK langsung menikah...
Saya kalo lihat kondisi seperti ini, pasti kesal walau bukan anak sendiri. Saya dulu di bully jdi tagu rasanya. Sampe.pernah dorong meja.
ReplyDeleteSebagai orang dewasa tolong deh, jangan karena anak anak boleh seenaknya ledek kayak gitu. Dengan alibi guyon. Guyonlah sewajarnya.
Inner child yang terluka, pasti punya. Nanti tak pikir apa yang betul-betul masih melekat
ReplyDeleteDan karena hal itu banyak gak bagusnya, sebisa mungkin sama Keponakan gak ngelakuin hal sama. Jangan sampai mereka kaya kita
menurut semua orang bahkan punya inner child yang terluka ya mas
ReplyDeletetinggal bagaimana menyikapinya
aku pun punya, bahkan lukanya sangat dalam
When i was young my parents also have long distance married, saya nggak mendapat perhatiaan lebih, kurang kasih sayang.
ReplyDeleteInnerchild memang suatu PR yang butuh pemahaman mendalam. Dan mayoritas dari kita mengalami sebagai bagian dari pengasuhan masa lalu. Pak Giant salah satunya juga. Innerchild saya terluka sangat parah dan butuh waktu lama untuk menaklukkannya.
ReplyDeleteMakasih sharingnya , saya jadi tersadar bahwa kenapa saya tidak pernah ingin jatuh cinta dengan pria jauh jauh tua ...saya maunya seumuran bahkan sedikit muda... Dari sini saya paham bahwa saya punya ayah yang saat ini usia nya sudah hampir 70 an dan tidak bisa melindungi saya .jadi seolah inner child saya bilang bahwa jika nanti saya punya anak dan suami saya sudah tua tidak berdayab melindungi anaknya
ReplyDeleteSetelah saya baca semua cerita penulis dan koment pembaca, saya merasa orang paling parah masa kecilnya... haha,,, awal kalimat saja sudah memperlihatkan saya mudah sekali baper, begitu parahnya saya terluka masa kecil. Saya cerita sedjkit, saya punya orang tua yang sudah pisah. Bapak saya nikah lagi, emmm saya tidak tau statusnya apa, apakah nikah lagi atau bagaimana. setelah bapak tidak bersama ibu saya, ibu saya masih melahirkan saya, YANG artinya saya ANAK HARAM,. Maysarakat memberikan status anak haram pada saya. Beberapa derita yang saya alami. Saya di diskriminasi anak2 yang lebih besar dari saya. Bahkan kakak ipar saya malu dengan kelahiran saya. Bapak saya tidak peduli pada saya.
ReplyDeleteSetelah dewasa, banyak hal yang tidak stabil dalam diri saya. Diantaranya : tidak enakan sama orang, sering mengorbankan diri sendiri untuk orang lain. Saya takut di marahi. Saya menyimpan dendam. Saya penakut, saya trouma. Dan banyak sekali sifat tabiat saya yang sangat merepotkan untuk perkembangan diri saya saat ini.
Cara saya memperbaiki diri adalah dengan menyadari sisi2 kejelekan diri lebih dulu kemudian memperbaikinya. Alhamdulilah sedikit2 bisa kita ubah. Sederhananya cukup dengan kita kontrol saja