Suka Duka Metode Kontrasepsi

 

keluarga biru

Saya terlahir dari keluarga besar, almarhumah Ibu saya sebenarnya memiliki 6 orang anak. Namun anak pertama dan kelima meninggal saat masih kecil. Tinggallah saya dan ketiga kakak saya. Hidup dengan 3 orang kakak membuat masa kecil saya cukup ramai, apalagi saya punya saudara sepupu. Dari situlah akhirnya saya punya angan-angan jika nanti menikah minimal saya ingin punya 3 orang anak. Misalnya neh, anak sulung nanti kuliah atau kerja di luar kota maka di rumah masih ada 2 orang anak sehingga rumah tidak sepi.

Tapii sayangnya keinginan saya tersebut berlawanan dengan istri. Semenjak dikarunia anak pertama yaitu Mas Aiman dan merasakan suka duka merawatnya dia ngomong kalau nggak mau nambah anak lagi. Istri sudah sayang banget sama Mas Aiman, dia takut kalo nanti punya anak lagi nggak bisa membagi kasih sayang dengan adil.

Saya kemudian pelan-pelan ngomong sama istri bahwa kasian kalo Mas Aiman nggak punya saudara. Dia nanti akan kesepian di rumah, nggak ada teman bermain terus kelak jika sudah dewasa nggak ada yang bisa diajak sharing baik itu suka maupun duka. Itu nggak langsung mempan ya karena istri saya termasuk orang yang berpendirian teguh. Saya selalu mengulang-ulang di beberapa kali. Alhamdulillah istri akhirnya luluh juga, saat Mas Aiman berusia 2 tahun kami mulai merencanakan program hamil anak kedua.


maternity photo


Bulan Juni 2016 lahirnya anak kedua kami, berjenis kelamin perempuan. Kami beri nama dia Aira. Kehadiran Aira makin melengkapi kebahagian keluarga kami, apalagi istri juga sayang banget sama Aira. Dia jadi punya “partner in crime” buat lucu-lucuan misalnya beli gamis, baju atau printilan lainnya yang warna atau modelnya samaan.


bayi lucu


Suka Duka Metode KB

Karena sudah sepakat untuk memiliki 2 anak saja kami pun menggunakan KB untuk mencegah kehamilan. Istri nggak mau KB hormonal atau spiral, pokoknya dia nggak mau ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. Ya sudah deh akhirnya kami menggunakan 2 metode kontrasepsi yaitu kondom dan coitus interuptus atau senggama terputus. Kalau orang awam banyak yang menyebutnya ‘cabut singkong’ hehehe. Tentunya ada plus minus dari 2 metode KB ini, namun so far kami nyaman melakukannya selama bertahun-tahun. Alhamdulillah juga efektif mencegah kehamilan.

Nah suatu hari istri ngajak saya untuk mencoba metode kalender. Dia habis sharing sama salah satu temannya dan terbukti efektif. KB metode kalender adalah menghindari berhubungan intim di saat istri sedang masa subur. Pasutri bisa berhubungan intim bahkan suami bisa ejakulasi di dalam saat masa tidak subur yaitu seminggu menjelang haid.

Kami menggunakan metode kalender selama 2 bulan. Saya antara excited dan deg-degan menggunakan metode ini. Excited karena sudah lama banget nggak ejakulasi di dalam wakakakaka. Yaa para suami pasti setuju kalau kenikmatan berhubungan sedikit berkurang saat menggunakan kondom dan ‘cabut singkong’. Kalau deg-degannya karena takut nanti istri hamil.

Jadi setelah seminggu dipuas-puasin kami menanti dengan hati berdebar-debar waktu mentsruasi istri. Alhamdulillah selama 2 bulan semua berjalan sesuai rencana kami. Namun di bulan ketiga kami ‘kena batu’nya wakakakaka. Si Bulan yang ditunggu-tunggu nggak kunjung datang dan akhirnya setelah istri cek pakai test pack, garis dua deh!

Ya sudah kami akhirnya menerima dengan senang hati ‘konsekuensi’ dari perbuatan kami ini hehehe. Walaupun sebenarnya antara siap dan nggak siap sih mengingat kondisi ekonomi kami yang belum benar-benar stabil. Kami menganggap ini rejeki dari Allah yang tidak boleh ditolak. Sebenarnya dulu memang saya pernah mengutarakan pada istri kalau ingin tambah anak lagi. Istri yang awalnya keberatan akhirnya mau namun dengan syarat harus punya mobil dulu. Dia nggak sanggup kalau nanti harus boncengan berlima kemana-mana apalagi saat pulkam ke Blitar.

Kehamilan ketiga ini memberikan tantangan yang lebih berat bila dibandingkan 2 kehamilan sebelumnya. Yang pertama  adalah sejak bulan pertama istri mengalami flek, padahal dulu saat hamil Duo Ai nggak pernah mengalami. Yang kedua adalah situasinya masih pandemi Covid 19 sehingga untuk pemeriksaan lebih ribet administrasi dan prosedurnya. Misalnya saja saat membawa istri ke UGD karena ngeflek untuk kedua kalinya, dalam rincian biaya perawatan kami harus membayar 2 masker N95 yang harganya lumayan. Terus pas istri harus rawat inap kami berdua harus menjalani tes SWAB terlebih dahulu. Silakan baca selengkapnya di Ribetnya Pengalaman Berobat ke RS  Saat Pandemi. Tapi sayangnya kenyataan pahit harus kami terima di bulan ketiga saat dokter menyatakan bahwa janin yang dikandung tidak berkembang. Istri akhirnya harus menjalani kiret.


istri kuret


Dari pengalaman kehamilan ketiga ini, akhirnya kami jadi belajar untuk tidak sembarangan mencoba metode kontrasepsi apalagi yang kalender. Dokter kandungan yang menangani kuret istri sampai terheran-heran mendengar penjelasan kami tentang bagaimana kami menerapkan metode kalender.

“Metode kontrasepsi kalender tidak segampang itu menerapkannya. Bukan asal berhubungan menjelang haid pasti nggak akan terjadi kehamilan. Jadi harus ada observasi selama minimal 3 bulan untuk mengetahui masa subur istri dan itu banyak aspek yang mempengaruhi.”

Oke Gengs Biru, itulah pengalaman kami tentang beberapa metode kontrasepsi yang pernah kami coba. Untuk sekarang kami kembali ke metode senggama terputus alias cabut singkong. Istri pernah menggunakan pil KB tapi efeknya hormonnya jadi agak terganggu, berat badannya jadi mudah naik dan emosinya agak kurang stabil hehehe. Nah kalo Gengs Biru pakai metode kontrasepsi apa selama ini? Sharing dong plus minusnya.


No comments

Popular Posts