Antara Keluarga dan Tugas Belajar

Keluarga Biru


Setiap orang pasti menginginkan bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin. Namun seperti kita ketahui pendidikan di Indonesia terbilang mahal, apalagi di tingkat perguruan tinggi. Tidak semua orang mampu untuk menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi karena faktor biaya tersebut, termasuk orang tua saya dulu.

Selepas lulus dari SMA saya pun memilih untuk langsung bekerja. Saya sama sekali tidak ada niatan untuk kuliah karena sadar akan kondisi ekonomi keluarga. Alhamdulillah saya diterima bekerja di sebuah perpustakaan PTN di Malang. Seiring berjalannya waktu keinginan untuk kuliah muncul setelah saya bekerja kurang lebih sembilan tahun. Karena saya masih bekerja maka saya pun mengambil kuliah khusus karyawan. Waktu itu saya kuliah dengan biaya sendiri dan mengambil jurusan administrasi publik. Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan kuliah saya tepat waktu meski agak jatuh bangun mengatur waktu, pikiran dan tenaga untuk keluarga, pekerjaan dan penerbitan Mozaik.
Sayangnya ijazah yang sudah saya dapatkan ternyata tidak diakui oleh pihak rektorat dikarenakan adanya peraturan baru yang menyatakan bahwa untuk penyesuaian ijazah harus berasal dari PTN. Di sisi lain perpustakaan saat ini sedang dalam kondisi gawat SDM karena persentase tenaga pustakawannya masih sedikit dan staf seniornya sudah banyak yang menjelang masa pensiun. Satu-satunya solusi yang bisa diambil adalah dengan menyekolahkan para staf yang masih berijazah SMA ke jurusan perpustakaan. Nah, saya adalah salah satu staf yang mendapatkan tugas belajar tersebut.
Tahun lalu saya masih bisa mengajukan penundaan dengan alasan kesiapan diri, keluarga dan masih merenovasi rumah. Alhamdulillah pihak kantor mau mengerti dan memberikan kesempatan bagi saya dan keluarga untuk mempersiapkan diri.
Tak terasa waktu berjalan hampir setahun dan tugas belajar itupun dibahas lagi pada suatu rapat. Saya sebagai kandidat utama harus berangkat tahun ini. Saya mempunyai hak untuk menolak namun perpustakaan tidak bisa menjamin kalau tahun depan saya akan dapat kesempatan lagi. Selain saya, ada dua kandidat lainnya. Yang pertama Mas Endro yang akan menempuh pendidikan alih jalur dari D3 ke S1 trus yang satunya adalah Mas Ipin yang akan coba diajukan juga dengan alasan pertimbangan umurnya yang melebih batas maksimal tugas belajar S1. Jika Mas Ipin nanti lolos maka dia akan kuliah di kampus yang sama dengan saya.
Lalu dimanakah saya dan Mas Ipin akan kuliah nantinya? Pilihannya ada dua yaitu di Universitas Indonesia, Depok dan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Jika dilihat dari segi lama berdirinya jurusan perpustakaan di dua kampus tersebut, jelas UI lebih unggul dan berpengalaman. Namun jika dilihat dari segi jarak, biaya hidup dan lingkungan maka UIN tentu saja lebih kondusif dan mudah untuk dijalani. Jarak Malang-Yogyakarta tentu saja lebih dekat, saya bisa sering pulang atau jika Mama Ivon dan Aim ingin menyusul mengobati kangen perjalanannya tidak terlalu jauh dan berat. Lalu biaya hidup di Yogyakarta juga lebih murah meskipun kota wisata. Dari segi lingkungan secara kultural banyak kemiripan sehingga penyesuaiannya tidak akan sulit. Selain itu di Yogya banyak sekali destinasi wisata yang bisa saya datangi jika kuliah libur. Pengalaman saya ke Depok tahun lalu saya melihat tidak ada hal menarik yang bisa digali, kalau mau refreshing pasti perginya ke ibukota. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka saya memutuskan untuk memilih UIN SuKa Yogyakarta.
Alhamdulillah Mama Ivon mendukung keputusan saya kalau memang itu tugas dari kantor. Tapi dari dalam diri saya sendiri terbersit kekhawatiran bagaimana nanti Mama Ivon dan Aim jika saya tinggal kuliah di Yogyakarta. Selama ini kami memang kemana-mana selalu bertiga, pokoknya satu paket deh. Misal Mama Ivon ada acara dengan teman-teman komunitasnya pasti saya ikut, demikian juga sebaliknya. Jika Mama Ivon ada keperluan belanja bahan-bahan kue atau mengantar kue pesanan klien Dapur Ivonie saya juga yang mengantar.  Trus kalau sore sehabis saya pulang kerja, Aim selalu nempel sama saya untuk diajak main. Pun jika Aim belum tidur sampai tengah malam, sayalah yang tetap terjaga menemaninya.

Aiman Keluarga Biru
Aim lagi nelpon saya saat lagi lembur malam.
Kata Mama Ivon seharian dia nanyain saya: "Bapak mana, Bapak mana?"
Eh giliran ditelponin malah nggak mau ngomong, asyik main sendiri :-D


Saya sendiri juga merasakan ketergantungan yang amat besar pada mereka. Dulu pernah Mama Ivon punya keinginan untuk tinggal di rumah menjaga rumah orang tuanya yang kosong tapi saya tidak mau. Saya punya riwayat LDR dengan mendiang ayah saya, sejak saya kecil beliau bekerja di Surabaya dan pulang ke Malang satu atau dua kali dalam sebulan. Saya benar-benar merasakan betapa kurang lengkapnya kehidupan saya sebagai seorang anak tanpa kehadiran ayah di sisi saya. Itulah sebabnya setelah saya menikah saya tidak mau LDR-an.
Tapi yaa, takdir berkata lain. Kini saya harus menjalani LDR dengan keluarga tercinta. Pendaftaran ke UIN Suka Insya Allah akan dibuka bulan Mei. Masih ada dua atau tiga bulan bagi kami untuk mempersiapkan diri. Tugas belajar pada hakikatnya untuk kebaikan saya sendiri dimana saya bisa menambah ilmu dan wawasan, tak hanya ilmu tentang perpustakaan namun juga kehidupan secara luas. Lalu dengan tugas belajar ini kami bertiga bisa sama-sama belajar mandiri. Trus nanti jika waktu libur kuliah saya bisa mengekplorasi objek-objek wisata di Yogyakarta, baik sendiri ataupun bersama keluarga. Saya memang harus bisa melihat tugas belajar ini dari sisi-sisi yang positif saja agar tidak muncul keraguan dan kegalauan di dalam diri ini. Bismillahirohmanirrohim, semoga Allah memberikan keberkahan dan kemudahan pada tugas belajar yang sebentar lagi akan saya jalani, aamiin.

*postingan curhat pertama di keluargabiru :D


5 comments

Popular Posts