Duka di Penghujung Tahun #2



Terminal Arjosari (sumber foto: http://mediacenter.malangkota.go.id)

Drama di Terminal Arjosari

Setelah menempuh perjalanan dari rumah ke Terminal Arjosari yang bikin hati kebat-kebit karena takut ketinggalan bus, kami berempat akhirnya sampai di Terminal Arjosari pukul 19.57. Sambil menggendong Aim dan menenteng koper saya berjalan dengan cepat menuju loket bus. Langkah saya terhenti sebelum sampai di loket karena ada kerumunan orang yang tampak sedang berbicara dengan cukup serius. Saya menurunkan Aim dan mencoba menuju loket dengan berjalan di sela-sela kerumunan.
“Bu, busnya belum berangkat kan?” Tanya saya pada ibu-ibu yang melayani pembelian tiket bus malam kami tadi siang.
“Belum Mas, AC busnya korslet. Itu para penumpang masih berunding dengan penyedia busnya.”
Hah? AC busnya KORSLET??
Duh halangan apalagi ini!
Saya lalu beringsut menuju kerumunan itu lagi.
“Jadi pilihan saya serahkan kepada Bapak dan Ibu semua, apakah tetap akan pergi ke Solo dan Yogya dengan AC mati atau membatalkan perjalanan.” Seorang pria berbadan gemuk berbicara di tengah kerumunan, dia pasti penyedia bus yang akan kami naiki.
“Yang benar saja Pak, perjalanan Malang-Solo itu jauh. Kami bisa mati kepanasan!” sahut calon penumpang di sebelah saya.
“Enak saja Bapak main batalin perjalanan, saya sudah persiapan matang dari kemarin!” seorang ibu tak mau kalah ikut protes dengan wajah penuh emosi. Di samping wanita itu ada tas koper besar dan beberapa kardus.
“Trus Bapak dan Ibu maunya gimana? Saya juga tidak mau kejadian seperti ini. Saya kemarin sudah mempersiapkan bus tambahan untuk Anda semua, tapi ternyata AC-nya mendadak korslet. Saya hanya bisa memberikan dua opsi tersebut.”
Para penumpang menggerutu mendengar penjelasan si Bapak gemuk. Kami semua mengalami dilema, termasuk Keluarga Biru. Di satu sisi kami ingin segera tiba di Solo esok hari namun di sisi lain kami juga khawatir dengan keselamatan kami nanti, apalagi ada Aiman yang pasti tidak tahan dengan kondisi bus yang panas.
“Apa nggak ada bus malam yang lain Pak?” saya mencoba menanyakan opsi yang lain.
“Nggak ada Mas, semua bus malam sudah habis. Anda semua termasuk beruntung karena mendapatkan bus tambahan.”
Iya awalnya merasa beruntung Pak, tapi kalau kejadiannya jadi kayak gini, beda lagi ceritanya. Para penumpang mulai terpecah menjadi dua kubu, kubu satu nekat pergi dengan bus yang AC-nya mati dan kubu satunya lagi mau membatalkan perjalanan.
“Ada apa ini kok ramai-ramai?” Mendadak muncul seorang lelaki berambut gondrong dengan suara yang lantang.
Bapak penyedia bus kemudian menghampiri lelaki gondrong itu dan berbicara dengan serius. Tak lama si Bapak kembali lagi ke kerumunan penumpang.
“Bapak dan Ibu, saya ada tawaran yang lain. Kita bisa tetap berangkat ke Solo dan Yogya tapi memakai bus non AC. Sebagai kompensasinya nanti saya akan mengembalikan Rp.10.000 kepada Anda semua. Bagaimana?”
“Masa hanya sepuluh ribu Pak? Yang bener aja!”
“Iya, selisih bus AC dan non AC itu tiga puluh ribu!”
Tadinya kami sudah mau bernafas lega namun mendengar kompensasi yang terlalu kecil itu suasana menjadi tegang lagi. Seumur-umur saya bepergian dengan bus malam, baru kali ini mengalami drama kayak gini.
“Kalau tiga puluh ribu saya tidak sanggung. Sudah ini yang terakhir, dua puluh ribu. Silakan pilih tetap pergi atau batal?”
“Ya segitu masih mending.”
Fiuuh rasanya lega banget, akhirnya kami mendapatkan solusi dan titik temu yang cukup membuat kami sebagai penumpang merasa dihargai. Berakhir sudah drama di Terminal Arjosari tercinta ini, beeuh. Kalau ditanya, apakah kami puas, ya sebenarnya nggak puas juga. Di awal kami dijanjikan naik bus wisata, eh sekarang malah naik bus non AC. Kalau hanya Malang-Surabaya sih nggak apa-apa, ini perjalanan jauh antar propinsi. Nggak apa-apa deh daripada batal perjalanannya.

Blessing in Disguise

Semilir angin malam yang bertiup dari jendela-jendela bus mengiringi kepergian kami dari Terminal Arjosari. Hawa panas dan gerah yang kami rasakan perlahan mulai berkurang. Bus non AC yang kami naiki ini kondisinya tidak layak untuk menempuh perjalanan jauh antar propinsi. Bus ini mengingatkan saya pada bus bagong yang biasa kami naiki jika mudik ke Blitar. Kondisinya body-nya sudah keliatan tua, kursinya keras dan jarak antar kursi juga sempit.
Tapi saya mencoba berkompromi dan mensyukuri keadaan ini, yang penting kami bisa tetap berangkat ke Solo malam ini. Untung saja hujan deras yang tadi mengguyur kini sudah reda, jadi meski jendela dibuka kami tidak khawatir akan kebasahan.
Ngomong-ngomong soal basah, celana saya yang sejak dari rumah basah karena air hujan tidak terasa begitu dingin. Ya iyalah, wong busnya non AC dan hawanya agak gerah. Dan yang paling penting saya tidak perlu khawatir akan mabuk perjalanan. Kelebihan lain jika naik bus non AC adalah setiap kali bus berhenti di terminal atau perempatan jalan dekat terminal pasti ada pedagang asongan yang menawarkan berbagai macam makanan. Mulai dari cemilan ringan seperti kacang goreng dan tahu goreng, minuman dingin hingga makana berat seperti nasi bungkus. Rasanya bersyuku banget kalau ada pedagang asongan ini manakala perut keroncongan karena tidak sempat makan. 



Malahan kemarin ada pedagang asongan yang menjual permen minyak kayu putih. Sudah lamaa banget nggak makan permen yang penuh manfaat ini. Dulu ketika kecil saya suka sekali makan permen minyak kayu putih bila diajak nenek atau bibi ke toko penjual jamu. Selain rasanya yang enak, permen minyak kayu putih ini juga efektif mencegah masuk angin dan mabuk perjalanan. Ini benar-benar blessing in disguise buat saya pribadi he he he.
Alhamdulillah Aim juga tidak rewel di sepanjang perjalanan, dia tetap enjoy dan ceria. Syukurlah neh anak kayak mamanya yang fisiknya kuat kalau menempuh perjalanan, tidak mabuk perjalanan seperti saya. Mungkin juga karena sejak umur tiga bulan Aim sudah biasa menempuh perjalanan mudik ke Blitar baik itu naik motor, mobil ataupun bus. Setelah beberapa jam bercanda dengan saya dan Mama Ivon, Aim akhirnya tertidur di pangkuan saya. Saya sendiri agak susah tidur jika sedang menempuh perjalanan, apalagi kursi di bus non AC ini keras bikin pantat kami cepat sekali terasa sakit. Nggak apa-apa deh saya tetap terjaga, buat jaga-jaga jika nanti terjadi apa-apa di sepanjang perjalanan.

Aim sedang terlelap.
Laju bus yang membawa kami ke Solo saya rasakan mulai melambat. Tak lama kemudian bus menepi dan berhenti di pinggir jalan. Saya dan penumpang lainnya yang masih terjaga menjadi bertanya-tanya ada apa gerangan. Mesin bus pun dimatikan total. Saya hanya bias berdoa semoga tidak terjadi drama lagi dalam perjalanan ini.

Apakah gerangan yang terjadi dengan bus yang kami naiki? Apakah ada perampok yang menghadang perjalanan kami? Nantikan kelanjutannya di tulisan berikutnya ya.

Baca sebelumnya: Duka di Penghujung Tahun#1


13 comments

  1. Aih... masih bersambung lagi
    *Gelar tikar, siapin kacang goreng dan kopi, menunggu lanjutannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Weekekeke habisnya emang panjang Mbak, kalau ditulis dalam satu tulisan bisa scrolling mpe pegel.

      *kasihsingkonggoreng*

      Delete
  2. Waaaaa bersambung lagi
    Baiklah siap menanti lanjutannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahahahaha, silakan duduk di samping Mbak Nanik.

      *kasihtehamasingkong

      Delete
  3. Kebayang kecewanya naik bus ga sesuai harapan :)

    ReplyDelete
  4. Wan turut berduka cita ya. Pasti sedih banget mama Ivon nggak bisa ngejenguk karena jauh di HK sana. Semoga amal ibadah nenek diterima Allah Swt amin

    ReplyDelete
  5. Aim pinter yo? Gak kaya; kita yang suka teler di jalan.

    ReplyDelete
  6. kalimat endingnya koq nyeyeremin banget, wan :D

    ReplyDelete
  7. Wah sambungannya bikin penasaran, ditunggguuuuu

    ReplyDelete
  8. permen minyak kayu putih kayak apa sih?

    ReplyDelete
  9. Gw paling agak kurang nyaman kalo naik bus trus ada pedagang yg masuk nawarin ini itu, pingin nya sech duduk di bus trus tidur hehehe

    ReplyDelete

Popular Posts