Mengobati Rindu di Griya Thengkleng SoeHat Malang






Solo memiliki arti tersendiri bagi Keluarga Biru. Ibu mertua adalah wanita asal Solo, Mama Ivon pernah tinggal di rumah almarhumah Mbah Kinah, tepatnya di Desa Gugur, Matesih, Solo mulai dari TK hingga kelas 1 SD. Saya tiga kali ke rumah mendiang Mbah Kinah, suasananya yang berada di pedesaan yang masih alami dan asri membuat hati ini selalu merindukannya. Kami pun juga jatuh hati pada kuliner khas Solo, salah satunya Selat Solo. Rasa kuahnya yang segar dan khas itu membuat kami tak bosan menyantapnya.

Griya Thengkleng SoeHat, Malang


Kini jika kami merindukan Solo dan kulinernya maka kami tak perlu galau lagi karena kami tinggal datang saja ke Griya Thengkleng SoeHat, tepatnya di Jl. Bunga Coklat No.1, Malang. Suatu kebetulan yang unik, pemilik dari Griya Thengkleng SoeHat ini yaitu Bapak Rudi Sulaksana adalah seorang pria asli Blitar yang jatuh hati kepada wanita asal Solo, sama seperti bapak dan ibu mertua saya. Bedanya jika ibu mertua ikut bapak mertua menetap di Blitar, maka kebalikannya dengan Pak Rudi. 




Lama menetap di Solo membuat Pak Rudi jatuh cinta pada kuliner khas Solo, apalagi mertua beliau juga memiliki usaha kuliner di Solo. Sehingga Pak Rudi tak hanya jatuh cinta namun tergoda untuk membuka usaha sejenis di kota lain. Dan Malang menjadi pilihan kedua beliau untuk membuka kedai kuliner bernama Griya Thengkleng SoeHat. Sebelumnya beliau sudah membuka Griya Thengkleng di Tulungagung.

***

Apa Itu Thengkleng


Sore itu langit kota Malang tampak gelap, pertanda hujan akan segera turun. Namun tak menyurutkan niat kami berempat pergi ke Griya Thengkleng SoeHat. Saya, Mama Ivon, Anisa dan suaminya Mas Minto. Tentu saja krucil kami juga ikut serta Aiman dan Asma. Aiman yang kecapekan karena sejak pagi sudah kami ajak keluar, mengantuk di tengah perjalanan.
Pak Rudi menyambut kami dengan hangat ketika kami tiba di Griya Thengkleng SoeHat. Kedai yang memiliki menu andalan Thengkleng dan Tongseng ini sudah buka selama setahun. Selama ini kebanyakan konsumen yang datang adalah orang-orang yang pernah tinggal atau pergi ke Solo dan mencicipi kulinernya. Namun belakangan anak-anak muda gaul di Malang juga mulai melirik Griya Thengkleng, mungkin karena terdorong rasa penasaran bin kepo apa itu thengkleng.




Saya pun juga baru kali itu mendengar nama thengkleng dan baru tau jika thengkleng merupakan salah satu icon makanan khas kota Solo. Thengkleng biasanya berisi tetelan atau jeroan kambing. Masakan ini sepintas memang mirip dengan gulai kambing, namun ada perbedaannya yaitu terletak pada kuahnya yang agak encer dan lebih segar rasanya. Thengkleng dimasak dengan rempah-rempah khas yang tidak hanya berfungsi sebagai penyedap rasa namun juga mengurangi kadar kolesterol yang terdapat pada daging kambing.

Pantangan Daging Kambing untuk Ibu Hamil


Pak Rudi tak hanya piawai meracik resep kuliner khas Solo, namun beliau juga teman ngobrol yang asyik. Beliau banyak bercerita tentang kota Solo dan tradisinya. Di Solo, warung dan kedai makanan selalu tutup di hari Selasa, sama seperti di Yogya. Hal ini berkaitan dengan prinsip yang dianut oleh Keraton Yogya dan Solo dimana hari Selasa dipergunakan sebagai hari untuk bertapa, semedi mendekatkan diri kepada Sang Kuasa. Griya Thengkleng SoeHat sendiri libur pada hari Senin dikarenakan mengikuti trend di kawasan kuliner tempat Griya Thengkleng SoeHat berada. Kuliner Yogya dan Solo memiliki kesamaan, salah satunya adalah menu gudheg. Namun perbedaannya gudheg Yogya cenderung manis, sedangkan Gudheg Solo cenderung gurih.
Obrolan kami juga menyinggung tentang mitos dan pantangan untuk ibu hamil karena kebetulan Mama Ivon dan Anis juga sedang hamil. Salah satu pantangan yang umum di tengah masyarakat adalah wanita hamil dilarang makan daging kambing. Hal ini dikarenakan daging kambing bersifat panas, dikhawatirkan akan membahayakan janin yang dikandung ibu hamil.
Kami sendiri memang memiliki pengalaman buruk terkait daging kambing ini. Dulu saat hamil Aiman, di usia kandungan tujuh bulan Mama Ivon memakan gulai kambing. Meski porsinya hanya sedikit namun ternyata berakibat buruk pada kandungannya. Saat itu Mama Ivon sampai harus dirawat di rumah sakit dan kami nyaris kehilangan Aiman.
Berlawanan dengan Mama Ivon, Anis malah tidak memiliki masalah dengan daging kambing. Itulah sebabanya dia berani memesan menu Tongseng Kambing, sedangkan Mama Ivon memesan Selat Solo. Ya setiap wanita hamil itu memang istimewa dan berbeda keadaannya satu sama lain. Ada yang tetap bugar dan bisa beraktivitas seperti biasa, namun ada juga yang lemas bahkan harus bedrest selama hamil. Kalau orang Jawa menyebutnya gawan bayi.

Cara Menikmati Thengkleng yang Enak


Kami memesan beragam menu di Griya Thengkleng SoeHat Malang. Saya memesan Thengkleng dan Sup Buah, Mama Ivon memesan Selat Solo dan Es Oye, Anis pesan Tongseng dan Es Teler dan terakhir Mas Minto pesan Nasi Goreng Kambing dan Es Bubur Buah. Karena menunya cukup banyak, saya dan Mas Minto memakannya bareng anak kami masing-masing he he he.








Yang pertama diantarkan ke meja adalah Nasi Goreng Kambing. Dari penampakannya saja sudah menggoda, warna nasinya kuning kecoklatan menunjukkan bumbu nasi gorengnya yang terdiri dari rempah-rempah. Potongan-potongan daging kambing terlihat bertaburan di atasnya. Baunya sudah tercium khas daging kambing.




Selanjutnya adalah Tongseng. Yang membedakan Tongseng khas Solo dengan tongseng pada umumnya adalah yang pertama rasa kuahnya yang segar dan agak kencer. Lalu yang kedua penambahan sayur kubis di dalamnya. Anis menambahkan garam karena menurutnya kurang asin. 




Melihat hal itu Pak Rudi langsung bertanya:
“Mbak Anis ini pasti orang Malang asli ya. Orang Malang asli itu memang sukanya yang asin-asin.” Pertanyaan itu makjleb banget buat saya hehehe.
Berikutnya Selat Solo. Penampilannya tidak jauh berbeda dengan selat solo yang pernah kami makan. Lagi-lagi perbedaannya terletak pada kuah, menurut Mama Ivon kuah Selat Solo buatan Griya Thengkleng ini rasanya lebih segar dan konsentrasi rempahnya tidak terlalu banyak.




Terakhir tentu saja Thengkleng, menu andalan Griya Thengkleng SoeHat Malang. Begitu melihatnya saya langsung bersemangat untuk segera bersantap. Potongan-potongan tulang kambing dengan daging yang masih melekat itu tampak menggiurkan sekali, apalagi kuahnya yang berwarna kuning kecoklatan dan masih panas itu cocok sekali dimakan saat musim hujan seperti saat ini.




“Kalau makan Thengkleng itu yang paling enak pakai tangan Mas. Kita bisa leluasa menggigit daging kambingnya. Jangan lupa juga menghisap sumsum yang masih ada di tulang-tulangnya, rasanya lezat sekali.”
Saya pun mengikuti anjuran Pak Rudi. Saya mengambil sepotong thengkleng dari piring dan kemudian memakannya menggunakan tangan bersamaan dengan nasi putih. Tak lupa juga saya menyiramkan kuahnya yang rasanya mirip dengan kuah Tongseng, encer dan segar.
Aiman ternyata mau juga saya suapi nasi dan potongan daging kambing meski hanya beberapa suapan. Kalau Aiman sudah besar nanti, pasti dia akan menyenangi daging kambing.
“Di Solo, menu Thengkleng ini biasanya hanya ada di siang hari Mas. Karena memang Thengkleng ini sebenarnya adalah menu makan siang di sana.”
“Mengapa begitu Pak? Padahal kan kuah Thengkleng ini panas, cocoknya dimakan di malam hari yang dingin.”
“Saya juga kurang tahu, setiap daerah memang memiliki cara dan ciri khasnya sendiri-sendiri. Itulah kekayaan kuliner Indonesia yang patut kita banggakan.”




Bulan Maret nanti, Pak Rudi berniat menjadikan Griya Thengkleng sebagai franchise. Kebetulan sudah ada peminatnya yang akan membuka cabang di Banjarmasin. Pak Rudi yakin franchise di Banjarmasin nanti akan tetap bisa memberikan sajian kuliner khas Solo seperti yang ada di Griya Thengkleng. Hal ini dikarenakan beliau akan mengirimkan bumbu-bumbunya dan melakukan quality control secara ketat. Dua pegawai di Griya Thengkleng SoeHat Malang adalah orang Malang asli namun hasil masakan mereka sama dengan Thengkleng buatan mertua Bapak Rudi, yang terpenting selain bumbu adalah timing yang pas saat memasukkan bumbunya.




Tak terasa dua jam sudah kami berada di Griya Thengkleng. Meskipun tempatnya sederhana namun rasa kuliner khas Solo yang lezat dan sambutan hangat Pak Rudi Sulaksana membuat kami betah berlama-lama di sini. Rindu Keluarga Biru pada kota Solo pun kini terobati sudah. Di akhir pembicaraan, Pak Rudi mengatakan kepada kami kalau tiga bulan ke depan akan mencari tempat baru yang lebih nyaman di daerah lain di Malang. 





Griya Thengkleng SoeHat
Jl. Bunga Coklat 1, Malang (Barat SmartFren)
Kawasan Kuliner Soekarno-Hatta


11 comments

  1. Selat solonya enak kayaknya, mas. Jd harganya berapa? :D Kalo tengkleng aku belum pernah makan, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya enak dan segar Ila. Masih ramah di kantong kok. Yuk cobain semua.

      Delete
  2. Wah asyik jalan rame2...potonya aja udah bikin ngiler hihihi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak emang lebih asyik kalo rame-rame bisa makan bareng n saling icip-icip he3

      Delete
  3. asikkk, mantap tuh mas, saya suka yang segar-segar sambil pean thengklengnya. Plus ditambah sambail supaya pedas :)

    ReplyDelete
  4. Wah smuanya terlihat lezat nasi kuninganya unik y bwrbentuk kotak

    ReplyDelete
  5. Wuaaah ngiler aku sama thengkleng. Aku doyan semua olahan kambing meski abis makan jadi pusing haha... minumannya seger2... bikin haus aja nih

    ReplyDelete
  6. Tegaaa banget dah Bang Ihwan ini..bikin aku ngileeeeeerrrrrrr..hahahah.

    ReplyDelete
  7. Saya suka sama Esnya itu lho Mas Ihwan..hii

    ReplyDelete
  8. akkk ihwan bikin ngileeer..aku suka tengkleng dkk tapi sejak disuruh stop all meat dah berhenti hiks

    ReplyDelete

Popular Posts